Promo

Jumat, 19 Maret 2010

Sekilas Tentang Kota Cirebon

Menurut Manuskrip Purwaka Caruban Nagari, pada abad XIV di pantai Laut Jawa ada sebuah desa nelayan kecil bernama Muara Jati. Pada waktu itu sudah banyak kapal asing yang datang untuk berniaga dengan profil setempat. Pengurus geografi adalah Ki Gedeng Alang-Alang yang ditunjuk oleh penguasa Kerajaan Galuh (Padjadjaran). Dan di geografi ini juga terlihat aktivitas Islam semakin berkembang. Ki Gedeng Alang-Alang memindahkan tempat pemukiman ke tempat pemukiman baru di Lemahwungkuk, 5 km arah selatan mendekati kaki bukit menuju kerajaan Galuh. Sebagai kepala pemukiman baru diangkatlah Ki Gedeng Alang-Alang dengan gelar Kuwu Cerbon.

Pada Perkembangan selanjutnya, Pangeran Walangsungsang, putra Prabu Siliwangi ditunjuk sebagai Adipati Cirebon dengan Gelar Cakrabumi. Pangeran inilah yang mendirikan Kerajaan Cirebon, diawali dengan tidak mengirimkan upeti kepada Raja Galuh. Oleh Raja Galuh dijawab dengan mengirimkan bala tentara ke Cirebon Untuk menundukkan Adipati Cirebon, namun ternyata Adipati Cirebon terlalu kuat bagi Raja Galuh sehingga ia keluar sebagai pemenang.

Dengan demikian berdirilah kerajaan baru di Cirebon dengan Raja bergelar Cakrabuana. Berdirinya kerajaan Cirebon menandai diawalinya Kerajaan Islam Cirebon dengan geografi Muara Jati yang aktivitasnya berkembang sampai kawasan Asia Tenggara.


RIWAYAT PEMERINTAHAN

  • Periode Tahun 1270-1910
Pada abad XIII Kota Cirebon ditandai dengan kehidupan yang masih tradisional dan pada tahun 1479 berkembang pesat menjadi pusat penyebaran dan Kerajaan Islam terutama di wilayah Jawa Barat.c Kemudian setelah penjajah Belanda masuk, dibangunlah jaringan jalan raya darat dan kereta api sehingga mempengaruhi perkembangan industri dan perdagangan.
  • Periode Tahun 1910-1937
Pada periode ini Kota Cirebon dishkan menjadi Gemeente Cheirebon dengan luas 1.100 Hektar dan berprofil 20.000 jiwa (Stlb. 1906 No. 122 dan Stlb. 1926 No. 370).
  • Periode Tahun 1937-1967
Tahun 1942 Kota Cirebon diperluas menjadi 2.450 hektar dan tahun 1957 status pemerintahannya menjadi Kota Praja dengan luas 3.300 hektar, setelah ditetapkan menjadi Kotamadya tahun 1965 luas wilayahnya menjadi 3.600 hektar.
  • Periode Tahun 1967-Sekarang
Wilayah Kota Cirebon sampai saat ini seluas 3.735,82 hektar. Adapun urutan nama-nama yang pernah memimpin kota Cirebon dari jaman Belanda sampai dengan sekarang adalah sebagai berikut :
  • 1920-1925 Burger Meester YH. Johan
  • 1925-1928 Burger Meester SE. Hotman
  • 1928-1933 Burger Meester Gostrom Slede
  • 1933-1938 Burger Meester HEC. Kontie
  • 1938-1942 Burger Meester HSC. Hupen
  • 1942-1943 SHITJO Asikin Nataatmaja
  • 1943-1949 SHITJO Muniran Suria Negara
  • 1949-1950 Wakil Kota Prinata Kusuma
  • 1950-1954 Wakil Kota Mustofa Suryadi
  • 1954-1957 Walikota Hardian Karta Atmaja
  • 1957-1959 Walikota Prawira Amijaya
  • 1959-1960 Moh. Safei
  • 1960-1965 RSA. Prabowo
  • 1965-1966 R. Sukardi
  • 1966-1974 Tatang Suwardi
  • 1974-1981 H. Aboeng Koesman
  • 1981-1983 Drs. H. Achmad Endang
  • 1983-1988 Drs. H. Moh. Dasawarsa
  • 1988-1998 Drs. H. Kumaedhi Syafrudin
  • 1998-2003 Drs. H. Lasmana Suriaatmadja, MSi
  • 2003-2007 Walikota Subardi, SPd
  • 2007-20011 Walikota Subardi, SPd

Cirebon Tempo Doeloe (Zaman Bengien)

Bendera Cheribon mirip logo Manchester United ???!!!


Bank Mandiri, cuma klalen Bank mandiri kang sing endi yah????


Gedung BAT, nampake masih tetep bae wujude sampe sekien.
Mungkin mustie jadi gedung yang dilestarikan.


Hotel Cheribon


Karesidenan Cheribon


Jalan Kejaksaan, nampak masih lega


Parujakan, Stasiun Kereta


Parujakan, Stasiun Kereta


Jalan Pasuketan, pusat keramaian kota


Pelabuhan Cirebon

Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Kota Cirebon sudah sejak lama dikenal sebagai Kota Wali. Sebutan itu tidak bisa dilepaskan, karena Cirebon dirintis oleh salah seorang dari Wali Songo yaitu Sunan Gunung Jati.

Untuk memudahkan penyebaran agama Islam, para wali mendirikan masjid bagi masyarakat Cirebon. Masjid ini diberi nama Masjid Agung Sang Cipta Rasa, didirikan pada tahun 1498 M. ‘Sang’ artinya keagungan, ‘cipta’ artinya yang dibangun dan ‘rasa’ artinya digunakan.

Secara arsitektur, masjid ini bercorak seperti candi Hindu. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan lingkungan sekitar di mana agama dan budaya Hindu masih kental di Cirebon saat abad 15 itu.

Bagian pondasi bangunan terdiri dari batu bata merah yang disusun rapi dengan tiang penopang dari kayu jati.

“Batu bata ini didatangkan langsung dari Timur Tengah,” kata salah satu pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Djumani, saat ditemui Ahmad Kosim.

Secara umum, masjid ini terdiri dari 2 bagian ruangan salat, luar dan dalam atau ruangan utama. Bagian luar berbentuk seperti teras keraton/kesultanan. Bangunan ini tidak terasa aneh, karena Cirebon memiliki dua kesultanan yaitu Kanoman dan Kasepuhan.

Pantauan detikRamadan, di bagian luar masjid nampak berdiri tiang-tiang penyangga dari kayu jati berwarna coklat kehitaman. Bahkan satu tiang kayu jati yang ditanam oleh Sunan Kalijaga masih kokoh berdiri sampai sekarang.

“Karena sudah tua, tiang-tiang yang lain direhab pada tahun 1978,” ungkap Djumani.

Sedangkan untuk bagian dalam/utama, bangunan ini berbentuk kubus menyerupai Ka’bah Mekkah. Kubus ini memiliki 9 pintu masuk yang ukurannya berbeda-beda. 1 Pintu utama di bagian timur, 4 pintu kecil dan 4 pintu berukuran sedang di bagian samping.

Tinggi dan lebar pintu samping tidak lebih berukuran 150 x 25 cm. Sehingga siapapun yang hendak masuk ke dalam harus membungkukan badan.

“Maknanya kalau masuk rumah Allah tak ada yang boleh sombong dengan menegakkan badan,” imbuhnya.

Sementara itu, pintu utama masjid berupa pintu kayu dengan bagian kusen berhias ukiran dengan bentukan tiang di sisi kiri dan kanan pintu berhias ornamen kaligrafi. Pintu utama tempat salat ini hampir tidak pernah dibuka, kecuali pada saat Sholat Id atau pada waktu perayaan Maulid Nabi Muhammad.

Jika masuk ke dalam masjid, kita akan melihat tempat salat khusus bagi Sultan Kanoman dan Kasepuhan. Tempat itu berbentuk persegi berukuran 2,5 x 2,5 meter dikelilingi kayu, mirip sebuah kandang.

Konon, tempat tersebut dibuat karena saat Sultan salat selalu dikerubungi rakyat Cirebon. “Untuk khusyu (salatnya), kedua Sultan diberi pembatas ini,” jelasnya sambil menunjuk tempat privat kedua Sultan.

Untuk dinding bagian depan, berupa bata putih dengan hiasan ukiran kaligrafi berjumlah 9 di sebelah kiri dan 9 di sebelah kanan, melambangkan 9 wali penyebar agama Islam di Jawa.

Sementara, pada bagian luar masjid ini dikelilingi pagar berbentuk candi khas hindu. Pagar tersebut terbuat dari susunan batu bata merah. Di sebelah utara masjid, terdapat 2 buah bak air mirip gentong besar yang sering digunakan Sultan sebagai tempat wudhu.

Setiap harinya, masjid ini sering menjadi tempat wisata rohani yang wajib dikunjungi para wisatawan selain Sunan Makam Gunung Jati. Kalangan yang datang mulai dari turis domestik hingga luar negeri.

Masjid ini terletak di komplek alun-alun Keraton Kasepuhan Cirebon. Dari Terminal Cirebon hanya membutuhkan waktu 15-20 menit untuk sampai.

Aktivitas di masjid ini ramai oleh peziarah ketika malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon. Biasanya orang datang untuk berzikir dan tirakatan malam. Beberapa orang percaya akan mendapatkan keberkahan jika melaksanakan ibadah di masjid wali ini.

Sebenarnya saat ini di Kota Cirebon ada dua masjid besar yang cukup dapat merepresentasikan kehidupan religius masyarakat Kota Cirebon, yaitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan Masjid Raya At-Taqwa.